Mencari kebahagian untuk diri sendiri pada
masa kecil adalah anugrah tersendiri bagi Pawva. Sehingga sampailah Pawva di
jenjang sekolah taman kanak kanak pada umur 4 tahun. Dia mengenal suatu kata
yang aneh bagi dia, yaitu sholat. Pawva mencari tahu kepada gurunya, layaknya
seorang dewasa mencari jalan hidup. Setelah itu, Pawva mengerti bahwa itu
kewajibannya sebagai seorang muslim. Pawva pun segera pulang untuk minta
belajar sholat pada ibunya. Yang dia harapkan itu tidak seperti kenyataan,
ibunya pulang larut malam membuat Pawva tertidur di ruang tamu. Digendonglah Pawva
oleh ibunya, membuatnya bangun dan bangkit. “ibu! Aku mau sholat bu, kata bu
guru harus 5 kali. Sholat itu kaya gimana ibu?” tanyanya semangat, bangkit dari
tidurnya. “duh sayang ibu capek nak, sudah malam lagi. Kita tidur yuk sayang.
Besok kan kita libur, nanti kita sholat ya?” ucap ibu sambil memeluknya.
Sholat adalah hiburan tersendiri bagi Pawva
dan Ibunya, karena sejak itu Ibunya sadar bahwa pentingnya sholat itu. Pada saat
mulai memasuki sekolah tingkat dasar, Pawva mencerna hal baru yaitu
sholat berjamaah. Pawva selalu mengajak Ibunya untuk sholat berjamaah atau
sholat bersama – sama. Pawva dan Ibunya sholat bersama, sambil belajar sholat
Ibunya melafalkan bacaan sholatnya agar Pawva mengikutinya. Tetapi hal
itu tidak terjadi begitu lama, sampai Ibunya mulai pulang larut malam lagi.
“Aduh sayang udah malem, Ibu capek, kamu aja yah sendiri kan udah bisa” itulah
alasan ibuku yang selalu terusap setiap saat. Satu tahun kemudian pada
umur 7 tahun, Pawva mulai kesepian. Dia sholat sendiri setiap hari, tak ada
orang yang bisa diajak sholat bersama – sama. Bersama nenek yang hanya
memerhatikan dan membenarkan sholat Pawva. Pawva sedih melihat Ibunya pulang
larut malam lagi. “ibu ada kerja lembur sayangg” kata kata itu yang selalu
terucap Ibunya setiap dia bertanya.
Sampai suatu ketika, Pawva menunggu ibunya di
depan pintu gerbang. Pawva sudah dipanggil oleh neneknya beberapa kali, tetapi
dia tetap ingin menunggu. Jam 8 lewat, jam 9 lewat, jam 10 lewat, tepatnya jam
10.30 malam. Bayangkan seorang anak perempuan menunggu ibunya diluar rumah pada
larut malam untuk mengajak sholat bersama. Tak lama kemudian datanglah sebuah
mobil, Pawva melihatnya aneh karena keluarganya tidak pernah punya mobil.
Keluarlah seorang bapak – bapak membukakan pintu di sebelahnya, dan munculah
ujung hidung Ibunya. “Ibu!!” teriak Akwati memeluk ibunya. “hey sayang, kamu
belum tidur. Kenapa main diluar?” Tanya Ibunya khawatir, sambil mengelus - elus
rambutnya. “mau nunggu Ibu” ucap Pawva tergendong Ibunya. “Hai cantikkk, gimana
sekolahnya? Udah kelas berapa?” Tanya seorang bapak – bapak tersebut. “makasih,
aku kelas 2 sd, sekolahnya rame. Om siapa?” jawab Pawva dengan lembut. “om ini,
mau jadi ayah kamu boleh gak sayang?” Tanya ibunya kepada Pawva. “mmmm ibu
ngantuk, bobo ayu ke kamar” ucap Pawva mengalihkan perhatian. Dan beberapa
menit kemudian, Ibu Pawva masih menggendong Pawva sambil mengobrol dengan
om itu. Pawva hanya tidur dibadan ibunya, sambil mendengar samar samar obrolah
mereka.
Beberapa bulan kemudian, tak lama dari
kejadian tersebut Ibu Pawva menikah dengan Om tersebut yang diberi nama
panggilan papa (ayah baru). Papa Pawva membawa 2 orang anak laki laki yang akan
menjadi kakak dan adik Pawva. Tak lupa tentang Sholat? Pawva masih selalu
sendirian, dia semakin kesepian hingga sekarang. Ditambah lagi Pawva harus
pindah kamar bersama tantenya. Walaupun Pawva memiliki adik dan kakak laki –
laki, dia tidak bahagia. Karena sekarang tidak ada yang mau sholat bersama Pawva.
Lagi – lagi sholat sendiri, tak ada teman, tak ada keluarga, sepi. “abang, adek
hayu sholat dulu nanti main lagi” ajak Pawva setiap mereka bersama, selalu
diacuhkan. Tak pernah menyerah untuk selalu mengajak Ibunya sholat bersama
setiap hari dengan alasan barunya yaitu “maaf sayang, Ibu lagi mens jadi gak
boleh sholat”. Pawva bingung mengapa tak ada yang peduli dengan sholat.
Setelah sekian lama Pawva sholat sendiri,
terdengar kabar gembira yaitu Pawva akan mendapatkan seorang adik laki – laki. Pawva
pun berdoa supaya adik barunya itu punya keinginan untuk sholat bersama Pawva
saat besar nanti. Hingga saatnya, waktu telah tiba untuk melahirkan. Pawva
pergi menuju Rumah Sakit untuk melihat adik baru tersebut. Pawva mengikuti
Papanya kemana – mana karena tak ada yang menjaganya. Ada kejadian cukup senang
untuk dilihat. Selama om itu menjadi papa, Pawva tidak pernah melihat papanya
itu sholat. Tapi pada saat itu, Pawva menunggu di depan mushola, melihat
papanya menangis sambil berdoa, sholat dengan khusyuk. Pawva tersenyum pada
saat itu, senang bisa melihat pertama kali papanya sedang sholat. Setelah itu, Pawva
dipeluk oleh papanya itu. “papa kenapa nangis? Memang bagusnya sholat sambil
menangis? Biar pahalanya gede?” Tanya Pawva dengan serius. “engga apa apa
sayang, Cuma khusyuk aja sholatnya sampai nangis” jawab papanya dengan tenang
sambil memakai sepatu.
Pawva mulai bingung kenapa adik barunya tak
pulang – pulang dari rumah sakit. Kata Ibunya sih sakit, harus dirawat. Pawva
hanya bisa sholat sendiri di rumah dan berdo’a semoga adik barunya itu lekas
sembuh. Karena tiap hari Pawva hanya bisa melihat adik barunya di luar ruangan,
dan adik barunya tersebut berada di tempat bernama NICU, tidur di dalam tabung
kaca. Pada akhirnya, setelah 1 bulan adik Pawva pulang juga. Pawva mulai senang
dapat melihat adik barunya berbaring di tempat tidur bayi. Yang membuat nya
bingung kembali, yaitu dia harus memakai cairan higienis di tangan apabila
ingin mendekati adik barunya. “dedeee, ini kaka deee. Kaka dede, kenapa de?mmm?
kenapa??” ucap Pawva dengan lembut kepada adik barunya.
Hingga pada saatnya, Pawva harus menerima
bahwa adiknya mengalami sesuatu. “kaka? Jaga si dede dulu yah, Ibu mau ke kamar
mandi dulu. Jangan dibuat nangis yah..” ucap Ibu Pawva dengan terburu – buru ke
kamar mandi. Pawva memainkan tangannya di depan muka adeknya, tak ada reaksi
apapun. Wah? Pawva tidak mengerti pada saat itu. Sehingga melupakan hal itu dan
melanjutkan usaha membuat adiknya tertawa. “adekkk ih lucu, liat nihh
selimutnya ada gambar gajahhh ini! Harimau ini! Jerapah ini!” Pawva menunjukan
gambar yang terletak di selimutnya. “kakaaa?” ucap ibunya lembut. “eh ibu udah?
Yaudah aku mau ke kamar dulu” ucap Pawva hendak meninggalkan kamar ibunya.
“tunggu,” panggil ibunya. Pawva pun kembali ke kasur mendekati Ibunya. “kaka
sayang… adek itu gak bisa lihat, jadi disebut buta. Jadi gak bisa liat apa apa,
gelap semua” ucap ibu Pawva dengan pelang. Hati Pawva menciut, harus menerima
kenyataan bahwa adiknya itu buta. Apakah ini salah Ibu dan Papa? Karena mereka
hampir tidak pernah sholat? Menolak sholat bersamaku? Karena abang dan adek laki
laki pawva nakal? Apa yang terjadi disini? Pawva mengumpulkan air mata yang siap
untuk keluar. “buta? Buta teh kaya gimana bu?” Tanya polos Pawva pura pura tak
tahu. “jadi dede itu kaya lagi merem tiap saat” jelas Ibunya singkat. “oh gitu,
yaudah gak apa apa. Yang penting kan punya ade” ucap Pawva putus asa, menuju ke
kamarnya.
Pawva menangis di kamar, meratapi ini semua. Pawva
masih tak menyangka adiknya itu buta. Apa yang akan dikatakannya kepada teman –
temannya nanti? Hai aku punya adik buta? Atau hai aku punya adik loh tapi rahasia?
Pada awalnya Pawva kesal dan marah pada ibunya. Pikirnya ini salah Ibu, papa,
abang, dan adek besar karena mereka tidak melakukan sholat. Pawva kesal dan
marah kepada mereka untuk beberapa minggu. Karena pikirnya semua ini adalah
balasan dari Allah untuk ibu dan papa karena tidak melakukan sholat. Mulai pada
saat itu, Pawva sering menangis melihat keadaan adik barunya iu.
Tahun – tahun berlalu umur Pawva bertambah,
masih tetap sholat sendiri. itulah Pawva, menjadi seorang penyendiri. Masih
belum bisa menerima adiknya itu buta.
Untuk menghangatkan suasana dan sebagai
penyejuk hati, Pawva mengikuti beberapa ta’lim dan mentoring di suatu tempat.
Di tempat itulah membuat Pawva sadar bahwa itu adalah takdir Allah yang tidak
dapat diubah. Pada akhirnya Pawva menerima dengan lapang dada memiliki adik
laki – laki yang buta. Pawva menjadi setia pengantar Ibu dan adiknya
untuk melakukan operasi, terapi, dan sampai adiknya sekolah taman kanak kanak.
Pada hari libur mendadak, Pawva mendapati momen yang berharga. Yaitu moment
mengantarkan Adiknya ke sekolah khusus Tunanetra(tidak bisa melihat = buta). Pawva
melihat anak lainnya tak sebaik adiknya, Pawva bersyukur mendapatkan adik laki
– laki sepertinya. Walaupun cacat, belum tentukan memiliki kelemahan saja,
pasti memiliki kelebihan yang luar biasa. Pawva selalu membimbing adiknya itu
karena adiknya memiliki perkembangan yang sangat lambat dibandingkan anak
normal lainnya.
Pada suatu waktu, Pawva berkata jujur yang
telah dia cerna sebelumnya oleh hatinya. “Ibu sebenarnya dede kaya gini itu
karena ibu gak suka sholat, papa juga. Sejak ibu sama papa nikah, udah gak
sholat lagi. Kenapa sih bu?” ucap Pawva serius dengan mata berkaca – kaca.
Ibunya hanya terdiam, memeluk Pawva dan merenung. Sejak itu, Ibunya mulai
sholat kembali. Papa, abang, dan adek besar pun menjadi rajin sholat. Mereka
sesekali sholat bersama keluarga. Dan lihat lah sekarang, Pawva tumbuh dengan
mandiri, tidak harus sholat bersama karena dia sudah punya kesibukan sendiri.
Dia sekarang sudah sekolah menengah atas, dan memilih jalan yang benar amin.
Peraturan baru bagi keluarga Pawva. ‘jangan
pernah melewatkan sholat’ mengapa? Karena apabila salah satu anggota dari
keluarga Pawva ini tidak melaksanakan sholat, Adek tunanetra pasti berulah.
Itulah keajaiban keluarga Pawva, taqdir Allah untuk keluarga kami. inilah
alasan utama mengapa SHOLAT sangat berpengaruh bagi keluarga Pawva.
Tanpa aku sadari, kisah ini sama dengan kisah
hidup sang penulis. Seorang anak perempuan bernama Pawva adalah aku. Namaku
Diva, memiliki adik tunanetra yaitu Ariv, memiliki Bunda (Yati) dan Papa (Joni),
memiliki abang Aldi dan adik besar yaitu Enda. Kulalui hidupku ini dengan penuh
tantangan dari Allah, dan Alhamdulillah aku dapat menyelesaikannya dengan baik.
Ariv adalah anugrah bagi keluargaku. Sebagai penyejuk hati, penghibur keluarga,
pengalih perhatian, dan itulah adikku. Pesanku untuk semua teman – teman yang
memiliki adik yang kurang sempurna adalah jangan pernah sedih atas apa yang
Allah berikan kepada kita, terimalah dengan lapang dada sehingga itu akan
menjadi kebahagiaan dan anugrah terbesar bagi kehidupan keluarga kita.
Tertanda,
Diva
Azzahra Nurul Fahnny
Sang
kaka dari adik yang buta
0 Comments